Selasa, 19 Juni 2012

Kenapa Harus Pergi...?!



Saat istirahat pertama, seorang cewek duduk termenung di depan kelas 8-E. cewek itu bernama Beti. Ia kelihatan sedih sekali. Padahal biasanya Beti selalu ceria bersama sahabatnya.
“Hayoo... ngelamun terus. Nanti ayam tetanggamu mati semua lho!” Azza, sahabat Beti mengagetkan. “Eh, aku mau ke kantin, kamu ikut gak ?”.
“Ye... biarin aja ayam tetanggaku mati, biar gak ada flu burung. Aku lagi gak mood nich! Kamu ke kantin sendiri gak pa-pa kan?”Azza berjalan ke kantin.
Setelah Azza meninggalkan Beti, tiba-tiba hp-nya bergetar, rupanya ada sms dari Ian.
Dulu Beti suka sama Ian, tapi dia sekarang hanya ngefans saja sama Ian. Setiap Beti ngomong, pasti Ian tidak menghiraukannya. Sekarang dia menganggap Ian sebagai cowok yang sombong, suka TP-TP, dingin tapi manis+cool juga. Dan bukan berarti Beti benci sama Ian, masih ada rasa suka sich, tapi nggak kayak dulu.
“Hah... sms dari Ian???! Tumben amat anak ini sms”. Beti heran lalu membaca sms itu.
“Bet, gw mau pergi jauh.... banget. Tp aq gag rela ninggalin loe... ^_^
“Maksudnya apa ya ??” Tanyanya dalam hati.
Beti bingung banget sama sms tadi. Ia mencoba menebak apa arti sms Ian. Tapi nggak bisa. Dan secara kebetulan Ian lewat di depan Beti (kebetulan apa kebetulan ya???).
“Eh Ian, apa maksud sms tadi?” Dengan spontan Beti bertanya.
“1...2...3...4...”Jawab Ian
“Eh...serius dong?”Agak kesal.
“Ehm...aku didiagnosis kena kanker paru”. Bisik Ian.
“A... ap... apa?! Kamu didiagnosis kena kanker paru ?” Beti terkejut.
“Hush... jangan keras-keras! Trus jangan beri tahu siapa-siapa. Eh... aku masuk kelas dulu ya! Guru killer udah masuk tuch! Daaagh...!!!” Ian berlari ke kelasnya.
Setelah pembicaraan itu, Beti nggak pernah ketemu Ian lagi. Beti khawatir banget sama keadaan Ian. Tapi lama-kelamaan Beti nggak terlalu khawatir lagi.
“Ian kok gak masuk ya? Sudah 4 bulan aku gak lihat wajahnya yang manis itu. Tapi kalau sering di lihat bosen juga sich!” Beti bicara dalam hati. “Ah.... paling-paling dia males keluar kelas. Apa dia kenapa-kenapa, ya?” Mulai panik.
Menurut Beti, Ian itu anaknya pendiam, jadi dia nggak punya teman. Tapi Ian nggak punya teman dikarenakan dia pemarah. Dia aja pernah nggebrak pintu waktu ada guru yang pastinya sang guru itu tanya “Kenapa?”. Eh... Iannya malah marah-marah. GILA!!! Dan anehnya guru itu nggak marah tapi KETAKUTAN. He4...AwnEH...BIN...nyATA...DecH!!!
Sedang asyik-asyiknya ndengerin musik, Beti mendapat sms dari Ian. “Bet, loe bisa gag ke RS Petro?”
“Wadowh... kenapa lagi tu anak?!” Kesal karena di ganggu”. Tapi... bagaimanapun juga Ian kan temenku dan dia sedang sakit. Sakitnya juga nggak sembarangan lagi. Dan yang paling penting, aku masih suka ama tu anak”.
Setelah mendapat sms tadi, Beti pun berangkat ke RS Petro. Beti benar-benar khawatir sama keadaan Ian. Perjalanan yang di tempuh Beti sangatlah jauh. Daripada Beti harus ngebut-ngebut karena sangat khawatir sama Ian, maka ia minta di antar sama sopir. “Kalau sopir yang ngebut gak pa-pa, kan sopir lebih mahir daripada aku”. Katanya dalam hati.
Sesampainya di RS Petro, Beti menuju bagian resepsionis untuk menanyakan letak kamar Ian. Kamarnya nomer 171.134. Jadi harus nik lift, karena kamarnya ada di lantai 21.
Tok... tok... tok... Beti mengetuk kamar Ian.
“Masuk....!” Terdengar suara dari dalam kamar.
Setelah diijinkan masuk, maka Beti pun masuk. Ia kaget sekali, karena di kamar itu bukan hanya ada Ian. Tetapi juga ada Azza, sahabatnya. Beti merasa aneh “Lho kok ada Azza? Perasaan Azza kan gag suka banget ama Ian, tapi sekarang dia malah nemenin Ian?!” Dalam hati Beti jelouz juga, tapi dia tetap senyum sama Ian dan Azza.
“Hai, Bet!” Sapa mereka berdua (wach kok barengan sich?!).
“Oh, hai!” Balasnya agak cuek. “Eh, ada apa Ian, kamu tadi minta aku dateng ke sini?”
“Ehm... gini...” Suara Ian lemah.
“Ehm... kamu bisa gak ninggalin kita berdua?”
“Oke! Good luck”. Azza berjalan keluar.
“E... ada apa sich?Ehm... kayaknya ada udang di balik batu nich!” Bingung Beti dalam hati.
Setelah Azza keluar, Beti dan Ian jadi diem-dieman. Sebenarnya Ian ingin memberikan sesuatu. Tetapi ia tak tau harus mulai dari mana. Ian merasa kalau kondisi badannya sudah di ujung kertas. Karena Ian takut sesuatu itu tak sempat ia berikan, maka....
“Bet, gi... gimana kabarmu ?” Ian mencairkan kebekuan antarnya dan Beti.
“E... Baek” Agak gagap, “Kamu sendiri ?”
“Aku baek kok. Eh, aku se... sebenarnya mau kasih sesuatu ke kamu”.
“Kasih apa ?” Agak ge-er.
“Aku mau kasih ini” Ian memberikan sebuah kotak kepada Beti. “Tapi jangan di buka di sini,please!”
“Oke...oke...trus aku harus bukanya kapan ?”
“A...aku min...minta” Kata-katanya putus-putus. “Ka...kamu buka wak...waktu ka...kamu merasa se...se...se...sedih...” Suaranya menghilang dan Ian pingsan.
“Ian kamu kenapa ? E, jangan buat aku jantungan donk! IAN...” Mulai parno”I...A....N!!!”
Suara Beti bak meteor yang singgah di bumi. Sehingga orang tua Ian, perawat, dokter, Azza dan bahkan satpam (hah... satpam?! Ouwh ternyata satpamnya kebetulan lewat depan kamar Ian) pun masuk ke kamar Ian.
“Ada apa ?” Tanya mereka bersamaan.
“Eh, I. . . Ian...” Tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
“Silahkan semuanya keluar dari ruangan, please!” Dokter mengambil alih.
Orang tua Ian, Beti, Azza dan satpam keluar dari kamar. Beti bingung karena semua orang menunjukkan wajah khawatir, kecuali sang satpam, karena satpamnya sudah kembali ke posnya. Karena Beti ingin benar-benar tahu, maka...
“Ehm... om-tante, memangnya apa yang terjadi pada Ian?”
“Gini, Ian didiagnosis dokter terkena kanker paru”. Mama Ian bercerita. “Dan kata dokter, umur Ian sudah tak lama lagi. Akhir-akhir ini Ian nggak masuk karena dirawat, hiks...hiks...hiks”
Setelah mama Ian bercerita, dokter keluar dari kamar Ian dengan wajah sedih, maka orang tua Ian, Beti dan Azza berdiri.
“Maaf... saya sudah berusaha semaksimal mungkin”. Kata dokter putus asa.
Saat pemakaman, Beti tidak ikut bersama keluarga Ian. Tetapi setelah 4 hari pemakaman akhirnya Beti pun mendatangi makam Ian.
“Halo... Ian! Sorry, aku baru dateng sekarang. Kamu jangan marah ya ? O ya, aku juga bawa bunga nich buat kamu. Coba lihat, warnanya bagus loch! Ada merah, pink, orange, putih ama biru. Kamu suka kan ?” Beti bicara pada makam Ian.
“Ian... aku mau ngaku ama kamu. Sebenarnya aku suka ama kamu. Tapi setiap aku ajak ngomong, kamu ga’ menghiraukan. Jahat amat sich ? kalo misal kamu menghiraukan, aku pasti seneng”. Aku Beti. “Eh... udah dulu ya ? Aku mau pulang, soalnya udah malem. Tidur yang tenang ya . . . met bobo’z Dagh!!!”.
Di sekolah, Beti nggak mau keluar kelas. Dia sering melamun dan jika diajak ngomong sering nggak nyambung. Tetapi itu tak berlangsung lama. Setelah 5 hari, ia menjadi Beti yang rame, jahil dan pastinya ceria.
“Beti... aku laper banget nich!” Suatu hari Azza mengajak.
“A...APA?! Kita tadi kan sudah dikasih rumus-rumus fisika ama bu Kholilah. Jadi kamu masih laper ?” Jawab Beti dengan memasang tampang blo’on.
“Ich, Beti... yang bener donk! Otakku udah kenyang banget, tapi perutku laper banget”. Agak kesal.
“Oke dech yukk kita cepet-cepetan! Siapa yang kalah dialah yang mentraktir” Beti berlari meninggalkan Azza.
“BETI... jangan curang donk!!!” Azza mengejar Beti.
Pulang sekolah, Beti langsung pulang ke rumah. Ia nggak bareng sama Azza karena Azza harus menjenguk neneknya yang sedang sakit.
Sesampainya di rumah, Beti menemukan sepucuk surat dari mamanya yang memberitahukan bahwa mama dan papanya tak bisa pulang karena ada tugas dari luar kota.
“Huh... seperti biasa mama ama papa selalu aja mendahulukan kerjaan, kerjaan, kerjaan daaaaan yang pasti kerjaan” Keluh Beti.
Setelah membaca surat dari mama dan papanya, Beti masuk ke dalam kamar. Kamarnya besar dan mewah. Setiap kali Beti meminta sesuatu pada orang tuannya, pasti dipenuhi. Tetapi itu tak membuatnya senang, malah membuatnya sedih. Yang sangat diinginkannya adalah kasih sayang dari orang tua. Dan sampai sekarang Beti belum mendapatkan sepenuhnya.
Mama dan papa Beti memang jarang berada di rumah. Kalaupun pulang pasti, 2-3 hari saja. Oleh karena itu ia sangat kesepian. Sebernya mama dan papa Beti sayang pada Beti tetapi mereka lebih mendahulukan pekerjaannya.
“Enaknya ngapain ya?” Bicara sendiri. “Jalan-jalan?Males ah!”
“O ya Azza!Aku telpon diah ah!”
“Huh.... aku bener-bener kesepian! Hiks... hiks... hiks...” Menangis.
Karena tak tahu harus ngapain, akhirnya Beti memutuskan untuk menulis diary. Saat mengambil diarynya di lemari, Beti heran ada sebuah kotak berwarna biru. Ia ingat. Itu adalah kotak yang diberi Ian sebelum meninggal. Yang harus dibuka saat Beti merasa sedih.
“Lho, ini kan kotak dari Ian. Isinya apa ya?” Beti membuka surat itu.
Di kotak tersebut terdapat boneka Mickey Mouse, gantungan HP berbentuk love warna biru dan sepucuk surat yang berisi : TO MY FIRST LoVe,
BETI :
Hai, Beti... Pa kabar ? Baek-baek aja kan ? O ya saat kamu baca surat ini aku sedang melayang di angkasa sana. Aku belajar melayang terbang sama angin.
O ya kamu ingat ga’waktu kamu tiba-tiba nyapa aku?Waktu itu aku natap kamu dingin banget. Ya... soalnya waktu itu aku kan belum kenal ma kamu. Aku kira kamu tuh anak aneh kali ya?Abisnya belum kenal kok SKSD?tapi aku lihat kamu juga kayak gitu ama anak-anak lainnya di sekolah. Yang kamu kenal maupun yang ga’kamu tetep senyum. ^_^
Sejak saat itu aku mulai tertarik ma kamu. Bagiku, kamu itu cewek yang unik dan ramah banget. Setelah 1 bulan memendam perasaan ini, aku berniat menyatakannya ke kamu. Tapi aku ingat kalau aku kena kanker paru, dan umurku tak lama lagi.
Waktu diperbolehkan masuk sekolah, aku sms kamu. Maksud sms itu adalah aku akan meninggalkanmu selama-lamanya, tapi aku ga’rela ninggalin kamu. Trus kamu nanya apa maksudnya, aku jawab “1... 2... 3... 4...” dan itu artinya aku akan ninggalin kamu kurang lebih 1-4 bulan lagi. Menyedihkan banget ya...
Aku tau kamu suka sama Mickey Mouse dan warna biru dari Azza. O ya... sebenernya Azza itu sepupuku. Dia selalu cerita tentang kamu di kelas, rumah, pokoknya semuanya dech!
Kamu itu cinta pertamaku. Awneh ya?Ya... emang aneh sich! Percaya ga’percaya aku cinta sama kamu bener-bener tulus. Bukannya selama ini aku cinta ama cewek ga’tulus. Tapi... perasaanku ama kamu tuch dalem banget dan ga’bisa digambarin.
Saat memeluk Mickey Mouse yang aku kasih pasti tak akan merasa sedih lagi. Supaya kamu selalu ingat ma wajahku yang manis dan cool, he...he...he... abisnya banyak orang yang bilang kalo aku manis dan cool sich! Aku juga kasih kamu foto-fotoku dari saat lahir ampe aku udah segede ini. Buat kenang-kenangan aja.
Udah dulu ya... semoga kamu ga’sedih lagi. Bye...

“Ich... ini kan foto Ian lagi nangis. Luthuna. . .” Beti tersenyum dan melupakan kalau ia ingin menulis diarynya.

0 komentar:

Posting Komentar